Sabtu, 20 Agustus 2016

PAHLAWAN HINDU

MELACAK JEJAK PAHLAWAN HINDU

Nanang Sutrisno

Pahlawan adalah orang yang berjuang untuk merebut kemerdekaan. Pada masa penjajahan, kemerdekaan dimaknai sebagai bebas dari belenggu kaum penjajah dan menjadi bangsa yang berdaulat. Perjuangan untuk merebut kemerdekaan itu harus ditebus dengan gugurnya para pahlawan di medan perwira. Gelar pahlawan nasional pun disematkan kepada mereka yang dipandang paling berjasa dalam suatu peristiwa heroik melawan penjajah. Semua pahlawan, baik yang memperoleh gelar maupun tidak disebut sebagai kusuma bangsa. Artinya, mereka adalah anak bangsa yang harum namanya karena telah mengorbankan jiwa-raganya demi kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Masyarakat Bali (Hindu), juga telah memberikan kontribusi besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan RI. Sejarah mencatat keterlibatan putra-putra terbaik Bali yang gugur melawan kolonialisme Belanda, seperti I Gusti Agung Jelantik dalam ”Perang Jagaraga”, Tjokorda Mantuk Ring Rana dalam ”Perang Puputan Badung”, Ida Tjokora Istri Kanya dalam ”Perang Puputan Klungkung”, dan I Gusti Ngurah Rai dalam ”Perang Puputan Margarana”. Perang puputan atau perang habis-habisan menjadi citra heroik para pejuang Bali untuk mengusir penjajah sehingga tidak terbilang jumlah korban yang gugur dalam setiap pertempuran. Keharuman nama mereka yang gugur sebagai kusuma bangsa tersebut sebagian telah terpatri menjadi nama bandara, sekolah, kampus, lapangan, jalan, atau diabadikan dalam bentuk monumen. Pengabadian nama pahlawan tentu bukan bentuk penghormatan semata, melainkan penegasan jejak kepahlawanan mereka untuk generasi Bali masa kini.

Walaupun para pahlawan tersebut semula adalah aktor-aktor, tetapi keberadaannya kini timbul dan tenggelam dalam jejak yang telah ditorehkan. “Sang Pelukis Jejak” tersebut telah mati, namun jejaknya tidak akan pernah hilang. Oleh karena itu, melacak jejak pahlawan Hindu bukan berarti harus terjebak pada kultus aktor yang menciptakan jejak tersebut. Apalagi para pahlawan tersebut tidak pernah berjuang untuk membangun keharuman namanya sendiri. Siapa pun tidak ingin berkorban hanya demi disebut pahlawan, kecuali para ‘pahlawan kesiangan’. Para pahlawan Hindu semata-mata berjuang dan berkorban untuk sesuatu yang paling berharga dalam kehidupannya, yaitu kemerdekaan. Mereka hanya melakukan yang semestinya dilakukan tanpa berpikir hasil yang akan diperoleh, walaupun cita-cita terwujudnya kebebasan senantiasa dikawal dalam diri. Demikianlah hakikat perjuangan, selalu ada pengorbanan dan pengabdian demi satu tujuan yang mulia. 

Mengikuti pendapat Jacques Derrida, para pahlawan tersebut saat ini hanyalah tanda-tanda yang telah terdeseminasi ke dalam teks. Keberadaannya adalak jejak-jejak (traces) dalam lorong labirin yang kaca-kacanya saling memantulkan satu sama lain, tanpa arah yang jelas ke mana jalan itu menuju. Setiap pembaca memiliki tugas untuk mencari sendiri marka jalan yang dapat dijadikan pegangan keluar dari lorong tersebut. Artinya, tugas generasi sekarang adalah menelusuri jejak-jejak tersebut dan memberikan serangkaian makna untuk mencapai tujuannya di masa depan. Singkatnya, sejarah yang diukir para pahlawan pada masa lalu sesungguhnya merupakan citraan masa depan generasi sekarang, sepanjang generasi sekarang mampu melacak dan memaknai jejak para pahlawan tersebut.
Jejak kepahlawanan para pahlawan Hindu inilah yang perlu dilacak maknanya. Pahlawan Hindu adalah seorang pahlawan yang beragama Hindu, juga boleh jadi adalah pahlawan yang memperjuangkan Hindu. Walaupun memiliki makna berbeda, tetapi keduanya sama-sama menjadikan ‘Hindu’ sebagai hakikat kebenaran yang patut diperjuangkan dalam kehidupan. Bagi seorang pahlawan yang beragama Hindu, terbebas dari keterikatan (wairagya) dan mencapai kebebasan sejati (moksa) merupakan tujuan hidup yang tertinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal pertama dan utama yang dibutuhkan adalah keberanian (mahawira), dan selanjutnya adalah disiplin diri (abhyasa). Inilah yang telah dilakukan para pahlawan Hindu dalam perjuangannya meraih kemerdekaan, walaupun dalam konteks membebaskan diri dari belenggu penjajah. Dasar dan tujuan yang sama, juga dilakukan oleh para pahlawan yang memperjuangkan agama Hindu, yaitu membebaskan umat Hindu dari berbagai belenggu kehidupan dan mencapai kebebasan spiritual.

Dari jejak para pahlawan Hindu dapat ditemukan serangkaian makna perjuangan hidup untuk mencapai kebebasan lahir dan batin. Perjuangan yang terhenti karena kematian mencerminkan bahwa segala upaya untuk mencapai tujuan hidup harus dilakukan tanpa putus-putusnya. Walaupun ajal sudah menjemput sebelum tujuan itu tercapai, setidak-tidaknya itulah hakikat dari swadharma yang patut diteladani. Ajaran dalam Bhagavadgita menegaskan bahwa kewajiban manusia hanyalah berusaha dan berkarya, bukan untuk menentukan hasilnya. Mengingat hasil perbuatan (phala) akan senantiasa menyertai setiap perbuatan (karma) yang dilakukan. Perang puputan mungkin hanya berakhir dengan kekalahan dan kematian, tetapi hasil dari perang itu akhirnya dapat dinikmati oleh generasi sekarang.

Demikian halnya dengan para pahlawan yang telah berkorban untuk memperjuangkan agama Hindu di Indonesia. Mungkin terlalu banyak nama-nama pahlawan Hindu katagori ini, termasuk para mpu zaman dahulu. Beberapa nama yang tidak terlalu jauh dari generasi sekarang mungkin lebih mudah dikenal umat Hindu. Sebut saja misalnya, Prof. Ida Bagus Mantra, Tjokorda Rai Sudharta, Ida Bagus Oka Punyatmadja, Ida Bagus Gde Doster, Pandit Shastri, dan pejuang Hindu lainnya. Mereka telah mendedikasikan pemikiran, tenaga, dan mungkin juga harta bendanya untuk membangun keberagamaan umat Hindu di Bali dan Indonesia yang sejajar dengan agama-agama formal lainnya. Tidak sedikit buku-buku keagamaan yang ditulis, dicetak, dan disebarluaskan kepada umat Hindu sehingga umat Hindu memiliki pengetahuan tentang agamanya. Tanpa para pahlawan itu, umat Hindu mungkin tetap akan berada dalam belenggu kebodohan (awidya), bahkan juga diskriminasi kelompok mayoritas.

Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, perjuangan merebut kemerdekaan harus terus  berlanjut, walaupun dalam makna yang berbeda. Merdeka masa kini harus dimaknai sebagai kondisi terbebas dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, baik secara material, mental, maupun spiritual. Oleh karena itu, agama dan negara-bangsa ini senantiasa memberikan undangan generasi Hindu untuk mengikuti jejak para pahlawan Hindu sebelumnya. Wadah perjuangan itupun telah disediakan, yaitu peran serta aktif generasi Hindu dalam dharma agama dan dharma negara. Apabila para pahlawan terdahulu mengorbankan jiwa dan raganya, maka pahlawan masa kini hanya dituntut bekerja dengan semangat pengabdian dan pengorbanan untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan bidang yang ditekuni.

Melalui refleksi historis terhadap jejak para pahlawan Hindu di masa, kiranya generasi muda Hindu dapat menyiapkan diri untuk mengikuti irama kehidupan masa kini demi terwujudnya tujuan yang lebih baik di masa depan. Lahirnya ‘pahlawan-pahlawan Hindu baru’ menjadi keberhasilan dalam pelacakan jejak pahlawan Hindu. Dikatakan demikian karena jejak-jejak tersebut telah berhasil ditemukan dan dapat dijadikan pedoman untuk mengantarkan umat Hindu keluar dari lorong labirin kehidupan. Refleksivitas atas nilai-nilai kepahlawanan mengisyaratkan pentingnya tindakan nyata dalam sebuah perjuangan. Mengingat perubahan hanya akan terjadi di dalam dan melalui tindakan. “Kerja! Kerja! Kerja!” Slogan yang didengungkan pemerintahan saat ini hendaknya dijadikan pelecut generasi Hindu untuk menjadi pahlawan masa depan yang mengharumkan agama, negara, dan bangsa. Rahayu!!! 


1 komentar: