MELACAK JEJAK PAHLAWAN HINDU
Nanang
Sutrisno
Pahlawan adalah orang
yang berjuang untuk merebut kemerdekaan. Pada masa penjajahan, kemerdekaan
dimaknai sebagai bebas dari belenggu kaum penjajah dan menjadi bangsa yang
berdaulat. Perjuangan untuk merebut kemerdekaan itu harus ditebus dengan
gugurnya para pahlawan di medan perwira. Gelar pahlawan nasional pun disematkan
kepada mereka yang dipandang paling berjasa dalam suatu peristiwa heroik
melawan penjajah. Semua pahlawan, baik yang memperoleh gelar maupun tidak
disebut sebagai kusuma bangsa. Artinya, mereka adalah anak bangsa yang harum
namanya karena telah mengorbankan jiwa-raganya demi kedaulatan dan kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Masyarakat Bali (Hindu),
juga telah memberikan kontribusi besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan RI.
Sejarah mencatat keterlibatan
putra-putra terbaik Bali yang gugur melawan
kolonialisme Belanda, seperti I
Gusti Agung Jelantik dalam ”Perang Jagaraga”, Tjokorda Mantuk Ring Rana dalam ”Perang Puputan Badung”, Ida Tjokora Istri Kanya dalam ”Perang Puputan Klungkung”, dan I Gusti Ngurah Rai dalam ”Perang Puputan Margarana”. Perang puputan atau perang habis-habisan
menjadi citra heroik para pejuang Bali untuk mengusir penjajah sehingga tidak
terbilang jumlah korban yang gugur dalam setiap pertempuran. Keharuman nama
mereka yang gugur sebagai kusuma bangsa tersebut sebagian telah terpatri
menjadi nama bandara, sekolah, kampus, lapangan, jalan, atau diabadikan dalam
bentuk monumen. Pengabadian nama pahlawan tentu bukan bentuk penghormatan
semata, melainkan penegasan jejak kepahlawanan mereka untuk generasi Bali masa
kini.
Walaupun para pahlawan
tersebut semula adalah aktor-aktor, tetapi keberadaannya kini timbul dan
tenggelam dalam jejak yang telah ditorehkan. “Sang Pelukis Jejak” tersebut
telah mati, namun jejaknya tidak akan pernah hilang. Oleh karena itu, melacak
jejak pahlawan Hindu bukan berarti harus terjebak pada kultus aktor yang
menciptakan jejak tersebut. Apalagi para pahlawan tersebut tidak pernah
berjuang untuk membangun keharuman namanya sendiri. Siapa pun tidak ingin
berkorban hanya demi disebut pahlawan, kecuali para ‘pahlawan kesiangan’. Para
pahlawan Hindu semata-mata berjuang dan berkorban untuk sesuatu yang paling
berharga dalam kehidupannya, yaitu kemerdekaan. Mereka hanya melakukan yang
semestinya dilakukan tanpa berpikir hasil yang akan diperoleh, walaupun
cita-cita terwujudnya kebebasan senantiasa dikawal dalam diri. Demikianlah
hakikat perjuangan, selalu ada pengorbanan dan pengabdian demi satu tujuan yang
mulia.
Mengikuti pendapat
Jacques Derrida, para pahlawan tersebut saat ini hanyalah tanda-tanda yang
telah terdeseminasi ke dalam teks. Keberadaannya adalak jejak-jejak (traces) dalam lorong labirin yang
kaca-kacanya saling memantulkan satu sama lain, tanpa arah yang jelas ke mana
jalan itu menuju. Setiap pembaca memiliki tugas untuk mencari sendiri marka
jalan yang dapat dijadikan pegangan keluar dari lorong tersebut. Artinya, tugas
generasi sekarang adalah menelusuri jejak-jejak tersebut dan memberikan serangkaian
makna untuk mencapai tujuannya di masa depan. Singkatnya, sejarah yang diukir
para pahlawan pada masa lalu sesungguhnya merupakan citraan masa depan generasi
sekarang, sepanjang generasi sekarang mampu melacak dan memaknai jejak para
pahlawan tersebut.
Jejak kepahlawanan para pahlawan
Hindu inilah yang perlu dilacak maknanya. Pahlawan Hindu adalah seorang
pahlawan yang beragama Hindu, juga boleh jadi adalah pahlawan yang
memperjuangkan Hindu. Walaupun memiliki makna berbeda, tetapi keduanya sama-sama
menjadikan ‘Hindu’ sebagai hakikat kebenaran yang patut diperjuangkan dalam
kehidupan. Bagi seorang pahlawan yang beragama Hindu, terbebas dari keterikatan
(wairagya) dan mencapai kebebasan
sejati (moksa) merupakan tujuan hidup
yang tertinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal pertama dan utama yang
dibutuhkan adalah keberanian (mahawira),
dan selanjutnya adalah disiplin diri (abhyasa).
Inilah yang telah dilakukan para pahlawan Hindu dalam perjuangannya meraih
kemerdekaan, walaupun dalam konteks membebaskan diri dari belenggu penjajah.
Dasar dan tujuan yang sama, juga dilakukan oleh para pahlawan yang
memperjuangkan agama Hindu, yaitu membebaskan umat Hindu dari berbagai belenggu
kehidupan dan mencapai kebebasan spiritual.
Dari jejak para pahlawan
Hindu dapat ditemukan serangkaian makna perjuangan hidup untuk mencapai
kebebasan lahir dan batin. Perjuangan yang terhenti karena kematian
mencerminkan bahwa segala upaya untuk mencapai tujuan hidup harus dilakukan
tanpa putus-putusnya. Walaupun ajal sudah menjemput sebelum tujuan itu
tercapai, setidak-tidaknya itulah hakikat dari swadharma yang patut diteladani.
Ajaran dalam Bhagavadgita menegaskan
bahwa kewajiban manusia hanyalah berusaha dan berkarya, bukan untuk menentukan
hasilnya. Mengingat hasil perbuatan (phala)
akan senantiasa menyertai setiap perbuatan (karma) yang dilakukan. Perang puputan mungkin hanya berakhir dengan
kekalahan dan kematian, tetapi hasil dari perang itu akhirnya dapat dinikmati
oleh generasi sekarang.
Demikian halnya dengan
para pahlawan yang telah berkorban untuk memperjuangkan agama Hindu di
Indonesia. Mungkin terlalu banyak nama-nama pahlawan Hindu katagori ini,
termasuk para mpu zaman dahulu. Beberapa nama yang tidak terlalu jauh dari
generasi sekarang mungkin lebih mudah dikenal umat Hindu. Sebut saja misalnya,
Prof. Ida Bagus Mantra, Tjokorda Rai Sudharta, Ida Bagus Oka Punyatmadja, Ida
Bagus Gde Doster, Pandit Shastri, dan pejuang Hindu lainnya. Mereka telah
mendedikasikan pemikiran, tenaga, dan mungkin juga harta bendanya untuk
membangun keberagamaan umat Hindu di Bali dan Indonesia yang sejajar dengan
agama-agama formal lainnya. Tidak sedikit buku-buku keagamaan yang ditulis,
dicetak, dan disebarluaskan kepada umat Hindu sehingga umat Hindu memiliki
pengetahuan tentang agamanya. Tanpa para pahlawan itu, umat Hindu mungkin tetap
akan berada dalam belenggu kebodohan (awidya),
bahkan juga diskriminasi kelompok mayoritas.
Setelah 70 tahun
Indonesia merdeka, perjuangan merebut kemerdekaan harus terus berlanjut, walaupun dalam makna yang berbeda.
Merdeka masa kini harus dimaknai sebagai kondisi terbebas dari belenggu kemiskinan,
kebodohan, dan keterbelakangan, baik secara material, mental, maupun spiritual.
Oleh karena itu, agama dan negara-bangsa ini senantiasa memberikan undangan
generasi Hindu untuk mengikuti jejak para pahlawan Hindu sebelumnya. Wadah
perjuangan itupun telah disediakan, yaitu peran serta aktif generasi Hindu
dalam dharma agama dan dharma negara. Apabila para pahlawan
terdahulu mengorbankan jiwa dan raganya, maka pahlawan masa kini hanya dituntut
bekerja dengan semangat pengabdian dan pengorbanan untuk memberikan yang
terbaik sesuai dengan bidang yang ditekuni.
Melalui refleksi historis
terhadap jejak para pahlawan Hindu di masa, kiranya generasi muda Hindu dapat
menyiapkan diri untuk mengikuti irama kehidupan masa kini demi terwujudnya
tujuan yang lebih baik di masa depan. Lahirnya ‘pahlawan-pahlawan Hindu baru’
menjadi keberhasilan dalam pelacakan jejak pahlawan Hindu. Dikatakan demikian
karena jejak-jejak tersebut telah berhasil ditemukan dan dapat dijadikan
pedoman untuk mengantarkan umat Hindu keluar dari lorong labirin kehidupan. Refleksivitas
atas nilai-nilai kepahlawanan mengisyaratkan pentingnya tindakan nyata dalam
sebuah perjuangan. Mengingat perubahan hanya akan terjadi di dalam dan melalui
tindakan. “Kerja! Kerja! Kerja!” Slogan yang didengungkan pemerintahan saat ini
hendaknya dijadikan pelecut generasi Hindu untuk menjadi pahlawan masa depan
yang mengharumkan agama, negara, dan bangsa. Rahayu!!!
mantap ulasanya...trimakasih sudah berbagi
BalasHapus